Rabu, 05 Desember 2018

Fakta-fakta Utang BUMN Rp 5.000 T


BEST PROFITKementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memberi keterangan soal utang perusahaan milik negara yang menyentuh Rp 5.000 triliun.

Mayoritas utang disumbangkan oleh 10 BUMN, terutama adalah perusahaan plat merah di sektor keuangan. Namun ada sejumlah fakta yang perlu dipahami mengenai itu. BESTPROFIT
Deputi Bidang Restrukturisasi Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro menyampaikan, misalnya utang BUMN di sektor keuangan, dari Rp 3.311 triliun hanya Rp 529 triliun yang merupakan utang pinjaman. Sisanya berasal dari dana pihak ketiga (DPK) Rp 2.448 triliun, serta dari premi asuransi dan sebagainya Rp 335 triliun. BESTPROFIT

Berikutnya utang riil BUMN, yaitu dari BUMN sektor non keuangan adalah 1.960 triliun. Artinya yang bisa disebut utang sebenarnya adalah Rp 1.960 triliun ditambah Rp 529 triliun, yaitu Rp 2.489 triliun.

"Artinya yang riil utang di sini Rp 1.960 triliun," katanya dalam konferensi pers di Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Selasa (4/12/2018).

"Di dalam itu termasuk utang pegawai, cadangan asuransi bagi pendiri, yang harus diakui sebagai utang. Misal premi ditanggung perusahaan," sebutnya.

Dia menjelaskan mengenai DPK senilai Rp 3.311 triliun, jika digabungkan ke dalam utang secara keseluruhan memang totalnya jadi Rp 5.271. Namun, DPK tidak bisa benar-benar dianggap sebagai utang karena dia merupakan uang simpanan nasabah.

Sama halnya dengan premi dari BUMN di sektor asuransi. Ada premi senilai Rp 335 triliun yang tidak bisa disebut sebagai utang riil, yang mana perusahaan hanya akan mencairkan premi ketika ada pertanggungan.

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memaparkan soal 10 perusahaan milik negara dengan utang terbesar. Dari data yang ada, ditulis utang 10 BUMN sebesar Rp 4.478 triliun.

Deputi Bidang Restrukturisasi Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro menjelaskan mengenai hal tersebut. Sebenarnya utang 10 BUMN tersebut secara riil hanya Rp 1.731 triliun.

"Total liabilitas kita di 10 besar itu kalau saya jumlah Rp 4.478 triliun. Tapi ada 4 bank dan 1 asuransi. Yang benar benar utang Rp 1.731 triliun," katanya dalam konferensi pers di Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Selasa (4/12/2018).

Angka Rp 1.731 triliun didapatkan setelah dikurangi dana pihak ketiga (DPK), cadangan, dan utang usaha. Sementara yang dihitung hanya utang berbunga.

Misalnya BRI sebagai BUMN dengan utang paling besar Rp 1.008 triliun Padahal secara riil utangnya hanya Rp 135 triliun. Pasalnya Rp 873 triliun adalah DPK.

Begitupun Bank Mandiri yang utang riilnya sebesar Rp 166 triliun, BNI Rp 111 triliun, PLN Rp 543 triliun, Pertamina Rp 522 triliun, BTN Rp 54 triliun, dan Taspen Rp 2 triliun. Kemudian Waskita Karya Rp 102 triliun, Telekomunikasi Indonesia Rp 47 triliun, dan Pupuk Indonesia Rp 49 triliun.

Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendorong perusahaan milik negara terus berinovasi mencari pendanaan. BUMN diminta untuk tidak terpaku pada pendanaan konvensional yang bersifat utang, misalnya utang perbankan.

"Namun juga yang sifatnya kuasi ekuitas, sehingga selain mendapatkan dana segar sekaligus dapat memperkuat struktur permodalan dan neraca BUMN," kata Deputi Bidang Restrukturisasi Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro dalam konferensi pers di Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Selasa (4/12/2018).

Beberapa BUMN di antaranya juga telah menerbitkan surat utang melalui pasar modal dalam bentuk instrumen Medium Term Notes(MTN), obligasi domestik, maupun global bonds. Dengan demikian, BUMN-BUMN tersebut bisa menjaga kondisi keuangannya.

"Berbagai alternatif pendanaan telah dilakukan BUMN seperti diantaranya Komodo Bonds, Sekuritisasi Aset, Project Bonds, Perpetual Bonds, hingga Reksadana Penyertaan Terbatas (RDPT). Ke depannya masih akan dikembangkan berbagai inovasi-inovasi pendanaan lainnya seperti KIK DINFRA dan masih banyak lainnya," sebutnya.

Selain itu, untuk menjaga risiko utang, Aloy mengatakan EBITDA masing-masing BUMN harus dipastikan mampu meng-cover utang. EBITDA ini adalah laba bersih perusahaan sebelum dikurangi bunga utang, pajak, dan penyusutan lainnya.

"Bagi kita yang penting meyakinkan EBITDA-nya meng-cover. Itu laba lah sebelum dikurangi bunga dan penyusutan," tambahnya.

Sumber : Detik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar