Advokat yang juga pegiat hak asasi manusia (HAM) Haris Azhar menolak jadi saksi di sidang gugatan hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) karena, salah satunya, persoalan HAM yang dinilainya terdapat pada capres petahana Joko Widodo dan capres Prabowo Subianto. Gerindra menilai alasan Haris yang menyinggung soal HAM itu berimbang. BEST PROFIT
"Kalau soal HAM itu dua-dua disebut sama dia, baik Pak Jokowi maupun Pak Prabowo. Sebenarnya kalau kita baca suratnya secara objektif, meskipun dia sudah mengundurkan diri, tidak bersedia jadi saksi di suratnya itu poin-poin kesaksiannya sudah ditulis sama dia. Jadi, pertama kami menghormati keputusan Haris Azhar untuk mundur jadi saksi, itu hak beliau. Kedua, soal alasan bahwa ada kasus HAM, beliau juga menyebutkan hal yang berimbang, bukan hanya Pak Prabowo, Pak Jokowi juga terlibat permasalahan HAM," kata Anggota Badan Komunikasi DPP Gerindra, Andre Rosiade, Rabu (19/6/2019) malam.
Andre menilai walaupun Haris tak hadir ke MK, poin-poin kesaksiannya sudah disampaikan dalam surat yang ditujukan ke majelis hakim konstitusi. Dia pun berharap poin-poin itu tetap dilihat oleh majelis hakim konstitusi. BESTPROFIT
"Meskipun saudara Haris Azhar tidak jadi tampil untuk menjadi saksi kami, tapi pesannya apa yang akan disampaikan Haris Azhar itu tergambar dan termaktub dalam surat Haris Azhar ke Ketua MK. Sehingga MK ya lihat saja surat Haris Azhar," ucap Andre.
Ketua DPP Partai Gerindra Sodik Mudjahid juga angkat bicara soal kasus HAM yang disinggung Haris Azhar pada salah satu poin alasannya menolak menjadi saksi di MK. Sodik mengawali tanggapannya dengan bercerita soal dirinya yang pernah meminta pembentukan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) untuk menyelidiki peristiwa kericuhan 22 Mei 2019 yang menimbulkan korban tewas. PT BESTPROFIT
"Saya sampaikan juga agar peristiwa 22 Mei terang benderang dan tidak menambah hutang-hutang kita terhadap kasus HAM masa lalu yang tidak tuntas yang sering membuat orang seperti Prabowo mendapat stigma yang salah di masyarakat," ucap Sodik.
Nah, TGIPF ini katanya, berfungsi mengungkap peristiwa yang diduga terdapat pelanggaran HAM secara independen. Tujuannya, agar orang-orang yang dituduh melakukan pelanggaran HAM bisa terbebas dari tudingan sehingga masyarakat, termasuk Haris Azhar, punya pandangan baru.
"TGIPF inilah yang akan membuka seterang-terangnya peristiwa yang sesungguhnya secara independen dan komprehensif sehingga yang dituduh pelanggar HAM seperti Prabowo menjadi bersih dan masyarakat, termasuk Haris Azhar, akan mempunyai pandangan dan sikap yang baru," ujarnya.
Selain itu, Ketua DPP Gerindra, Habiburokhman, menyatakan pihaknya menghormati jika Haris menolak menjadi saksi. Namun, dia mengaku bakal memisahkan persoalan politik Pilpres dengan pencarian keadilan di MK
"Kami hormati hak beliau mau jadi saksi atau tidak. Cuma kalau saya di posisi beliau saya akan pisahkan politik kontestasi Pemilu dengan proses hukum pencarian keadillan di MK," ujarnya.
Haris sebelumnya memutuskan mundur dari posisi saksi yang dihadirkan tim hukum Prabowo-Sandiaga. Sedianya Haris didaftarkan sebagai saksi di persidangan MK hari ini oleh tim Prabowo-Sandiaga. BESTPROFIT FUTURES
"Saya menolak memberikan kesaksian karena ada beberapa alasan," kata Haris kepada wartawan, Rabu (19/6).
Haris kemudian menyebut soal catatan HAM menjadi salah satu alasannya menolak sebagai saksi gugatan hasil Pilpres di MK. Dia menyebut baik pihak Prabowo sebagai pemohon dan Jokowi sebagai pihak terkait sama-sama punya catatan terkait masalah HAM.
"Bahwa selain itu, dan juga penting, saya selaku bagian dari masyarakat Indonesia yang selama ini menuntut akutabilitas dan kinerja pengungkapan pelanggaran HAM yang terjadi di masa lampau, memandang dua kubu kontestan Pilpres 2019, baik kubu Bapak Joko Widodo maupun kubu Bapak Prabowo Subianto, memiliki catatan pelanggaran HAM, di mana Bapak Joko Widodo selama menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019, tidak menjalankan kewajibannya untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat; sementara Bapak Prabowo Subianto, menurut Laporan Komnas HAM, merupakan salah satu yang patut dimintai pertanggungjawaban atas kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa sepanjang tahun 1997-1998," tulis Haris dalam surat yang ditujukannya hakim konstitusi.
Sumber : Detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar