Senin, 30 Juli 2018

Korban Baru Penyelamatan Rupiah: Infrastruktur



PT BESTPROFITPemerintah di akhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjukkan komitmennya untuk ikut serta berjibaku membantu Bank Indonesia (BI) dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, khususnya nilai tukar rupiah.

Sejak awal tahun, nilai tukar rupiah telah terdepresiasi hingga 6,6% terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Depresiasi rupiah menjadi tantangan besar dalam mengelola perekonomian lantaran kondisi tersebut belum juga mampu mendorong ekspor. BESTPROFIT
BI, bahkan sudah menaikkan suku bunga acuan sebesar 100 basis poin dalam tiga bulan terakhir untuk memancing aliran modal masuk agar mata uang Garuda bisa menguat. Namun, harus diakui bahwa bank sentral tidak bisa bekerja sendiri. BEST PROFIT




Presiden kemudian mengisyaratkan rencana mengerem pembangunan infrastruktur - yang dalam beberapa tahun terakhir menjadi agenda prioritas - untuk menekan laju impor yang selama ini menjadi beban bagi rupiah.

Jokowi sadar betul bahwa pemerintah harus ikut turun tangan mengatasi persoalan ini. Apalagi, pemerintah tak memungkiri, perekonomian Indonesia saat ini tengah dihadapkan pada dua masalah besar sebagai imbas dari ketidakpastian global.



"Problem defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan. [...] Neraca perdagangan ini terus-menerus [...] defisit karena impor banyak, ekspor sedikit," keluh Jokowi di depan para kepala daerah.

BI bahkan tak ragu defisit transaksi berjalan (current account deficit/ CAD) tahun ini tekor, dan diperkirakan berada di atas US$25 miliar atau jauh lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun lalu yang mencapai US$17 miliar.

Ambisi pembangunan infrastruktur mau tidak mau harus rela ditinggalkan sementara demi stabilitas nilai tukar. Presiden disebut akan menunda sejumlah proyek infrastruktur besar tahun depan untuk menekan laju impor.

Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika maupun Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan pun mengamini bahwa ada kemungkinan beberapa proyek infrastruktur ditunda tahun depan.

Ada beberapa kriteria proyek yang menjadi pertimbangan untuk ditunda pembangunannya. Mulai dari yang membutuhkan bahan baku impor berlebih sampai dengan proyek-proyek infrastruktur yang mendesak dibangun atau tidak.

"Kami lagi evaluasi semua yang menggunakan bahan impor banyak, kami kurangi. [Proyek Strategis Nasional/PSN] bisa saja, kalau dia banyak menggunakan barang impor," kata Luhut hari Kamis (26/7/2018).

Selain menekan impor, ada beberapa kebijakan yang akan dilakukan untuk mengalirkan devisa ke dalam negeri, yaitu menggenjot investasi di sektor pariwisata. Pada 2020, jumlah turis yang masuk ke Indonesia ditargetkan mencapai 20 juta orang.

BI pun menghitung angka tersebut bisa menambah pemasukan devisa sekitar US$20 miliar dengan asumsi turis yang masuk ke Indonesia menghabiskan uang sebesar US$1.000. Dalam jangka pendek, pengembangan sektor pariwisata akan dipercepat.

"Semangatnya, empat destinasi selain Bali akan kita keroyokin. Tapi bukan empat itu saja yang penting, tapi semua penting," tegas Gubernur BI Perry Warjiyo hari Kamis.


Empat destinasi yang dimaksud adalah Mandalika di Nusa Tenggara Barat (NTB), Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur (NTT), Borobudur di Jawa Tengah, dan Danau Toba di Sumatera Utara.

Tak ada pilihan lain, mungkin itu yang saat ini ada di benak Presiden Joko Widodo. Menjelang tahun politik, tentu pemerintah tidak ingin persoalan nilai tukar rupiah mencoreng kinerja tim kabinet ekonomi yang disebut baik dalam empat tahun terakhir.

Sumber : Detik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar